KUBU PRABOWO DAN ANIES SALING SANGGAH SOAL IDE AWAL

Kembalikan Format Debat Pilpres  Sesuai UU

Politik | Senin, 04 Desember 2023 - 10:05 WIB

Kembalikan Format Debat Pilpres  Sesuai UU
Titi Anggraini. (DOK JAWA POS)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Rencana mengubah format debat calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) terus memantik perdebatan di publik. Untuk menghentikan polemik sekaligus menghindari kecurigaan publik pada institusi penyelenggara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI diminta mengembalikan format sesuai bunyi undang-undang.

Seperti diketahui, KPU melakukan inovasi dalam debat Pilpres 2024. Di mana di setiap debat capres maupun debat cawapres, pasangan calon tampil bersama. Hanya saja, proporsi bicara disesuaikan dengan agenda. Jika debat capres, maka capres yang dominan. Sebaliknya, saat debat cawapres, maka cawapres yang dominan.


Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan, Pasal 277 UU 7 Tahun 2017 sudah mengatur secara jelas, bahwa debat digelar lima kali, terdiri dari 3 kali debat capres dan 2 kali debat cawapres.

Oleh karenanya, dari sisi hukum, ketentuan itu yang harus dipakai sebagai pedoman. “Ketika debat capres haruslah debat antara capres, sedangkan ketika debat cawapres haruslah debat antara cawapres saja,” ujarnya kepada Jawa Pos (JPG), Ahad (3/12).

Jika momen debat capres diikuti oleh cawapres ataupun sebaliknya, maka pemisahan debat menjadi tidak sejalan dengan UU 7/2017. “Kalau melibatkan pasangan saat sesi debat ya tidak sesuai pastinya,” ujarnya.

Untuk itu, Titi menyarankan KPU untuk kembali ke aturan UU. Agar tidak ada spekulasi atau kontroversi yang bisa memantik prasangka publik pada integritas penyelenggara. Kalaupun ada inovasi untuk menunjukkan kekompakkan atau konsep dwitunggal, Titi menyarankan tidak pada substansi.

Misalnya, mereka tampil bersama hanya saat penyampaian visi misi awal di setiap sektor. “Namun ketika masuk sesi debat haruslah debat sesuai dengan apa yang diatur di dalam UU,” terangnya. Kesan kekompakan juga bisa ditunjukkan dengan sebatas kehadiran semua paslon di lokasi.

Titi juga mengingatkan KPU bahwa kondisi psikologis pada Pemilu 2024 berbeda. Hal itu tak lepas dari polemik pencalonan anak Presiden Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka yang prosesnya mendapat sorotan. Sehingga setiap kebijakan pasti akan dikait-kaitkan.

Untuk itu, KPU harus cermat dalam menggulirkan wacana ataupun kebijakan. “Makanya KPU harus hati-hati karena segala sesuatu rentan jadi polemik,” jelasnya.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyampaikan hal senada. Dia menyarankan KPU kembali ke formula awal sesuai UU. Sehingga tidak memancing polemik dan spekulasi liar.

Lagi pula, lanjut dia, inovasi KPU tersebut justru memperumit aspek teknis. Dia mencontohkan, saat debat cawapres, namun disisi lain diberi ruang capres dengan porsi lebih sedikit. Menghitung pembagiannya saja merumitkan. “Dengan dibuat penyertaan (pasangannya) harus diatur lagi,” ujarnya.

Aspek teknis yang rumit, bisa berdampak pada ketidakefektifan debat itu sendiri. Kemudian dari aspek realitas politik hari ini, dari tiga kubu yang bertanding, dua diantaranya sudah menolak formula itu. Sehingga tidak masuk akal untuk diterapkan. “Atas dasar apa diterapkan kalau dua kandidat menolak,” terangnya.

Ray juga mengkritik pernyataan Ketua KPU Hasyim Asyari yang menggulirkan wacana tersebut saat pembicaraan belum tuntas. Semestinya, tuntaskan dulu pembahasan bersama perwakilan paslon sebelum disampaikan ke publik. “Bilang formatnya begini, kenyataannya belum (selesai) dibicarakan,” kata Ray.

Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, rencana format baru debat masih digodok. Dalam waktu dekat akan kembali di bahas termasuk dengan perwakilan paslon. “Dalam rapat mendatang, hal ini akan dimatangkan semuanya. Rapat akan dipimpin langsung oleh ketua KPU RI sebagaimana rapat sebelumnya,” ujarnya, Ahad (3/12).

Soal waktunya, dia belum bisa membeberkan. “Nanti rekan-rekan media akan diinformasikan,” tuturnya. Idham sendiri, masih berkeyakinan jika format baru tidak melanggar UU. Sebab, debat capres dan debat cawapres tetap digelar. Bedanya, pasangan mendampingi dengan porsi bicara yang terbatas sebagai perwujudan Dwitunggal.

Sementara itu, wacana format baru debat Pilpres 2024 menyudutkan nama calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka. Selama ini, Gibran dicitrakan sebagai sosok yang menghindari kegiatan debat gagasan.

Namun saat dikonfirmasi di sela-sela kegiatan kampanye kemarin di Jakarta, dia menepis. Gibran menegaskan, aturan berlaku untuk semua sehingga tidak ada yang diuntungkan. “Sama saja, sama saja, nggak ada yang menguntungkan siapa-siapa,” ujarnya.

Bagi Gibran sendiri, apapun format yang disepakati tidak masalah. Dirinya akan mengikuti debat sesuai aturan yang disusun KPU. “Saya juga nggak tahu update-nya di sana seperti apa, kita ikut saja kok ya,” ujarnya.

Wali Kota Solo itu menambahkan, pihaknya sudah siap mengikuti debat. Sejauh ini persiapan sudah dilakukan, termasuk dengan mendengarkan masukan dari para ahli.

Kubu Prabowo-Anies Saling Tuding
Sementara itu, Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Gibran Dradjad Wibowo menyebut usulan agar capres dan cawapres hadir di setiap sesi merupakan usulan pihak Anies-Muhaimin (Amin). Pendapat itu dia sampaikan berdasarkan catatan notulensi timnya saat menghadiri rapat di Kantor KPU RI pada 29 November 2023.

Dalam kesempatan itu, tim Amin yang mendapat kesempatan memberi masukan lebih dulu menyampaikan ide itu. “Salah satunya berbunyi kira-kira sebagai berikut ‘Agar dalam setiap sesi debat, capres dan cawapres hadir bersama, pembagian waktu/porsi berbicara silakan diatur oleh KPU’,” ujarnya, Ahad (3/12).

Berangkat dari ide tersebut, lantas perwakilan tim Prabowo-Gibran yang menyampaikan masukan setelahnya memberikan tanggapan. “Ketika perwakilan Prabowo-Gibran mendapat giliran berbicara, Pak Burhan menyampaikan beberapa masukan usulan. Salah satunya adalah menyetujui usulan dari perwakilan Anies-Muhaimin,” ujarnya.

Oleh karenanya, Dradjat menegaskan, wacana soal perubahan format debat bukan berdasarkan intervensi Presiden Jokowi maupun pihak Prabowo-Gibran. Ide itu muncul dari pembicaraan di rapat. “Paslon kami Pak Prabowo dan Mas Gibran siap dengan format debat apa pun yang diputuskan oleh KPU,” tegasnya.

Sementara itu, Co-Captain Timnas Amin Nihayatul Wafiroh memiliki versi berbeda. Dia menceritakan kembali perihal diskusi awal mengenai format debat capres-cawapres yang digelar KPU pada 29 November lalu. Nihayatul yang mewakili Timnas Amin dalam diskusi itu menyebut awalnya tim pasangan Prabowo-Gibran mengusulkan agar format debat hanya berupa pemaparan dan pendalaman dokumen visi-misi saja.

Format tersebut hanya berisi tanya-jawab antara paslon dengan moderator dan panelis, tanpa ada sanggahan antar paslon. Menurut tim Prabowo-Gibran, debat dengan model saling menanggapi antarpaslon akan menghabiskan banyak waktu tanpa ada kesempatan menjelaskan visi-misi masing-masing paslon. ”Di kesempatan itu, kami dengan tegas menolak,” kata Nihayatul.

Dalam pertemuan diskusi itu, Nihayatul mengaku pihaknya yang mengusulkan agar pasangan capres-cawapres selalu dihadirkan dalam seluruh rangkaian debat. Namun, bukan menghilangkan debat antarcawapres. ”Dalam pemikiran kami, kehadiran paslon secara lengkap tetap penting sekalipun hanya capres atau cawapres saja yang tengah berdebat,” ungkapnya. 

Nihayatul menjelaskan, yang dimaksud capres hadir dalam debat cawapres itu adalah hadir berpasangan lengkap. Bukan capres hadir untuk berdebat. ”Serta bukan berarti menghilangkan debat antara cawapres,” ujarnya. Nihayatul menegaskan, dalam konklusi rapat waktu itu hanya menyepakati lokasi agenda debat dan waktu pelaksanaannya. 

Sementara terkait format dan teknis debat akan digelar kembali dengan menghadirkan seluruh tim paslon. Berikutnya, timnas Amin mengirimkan surat berisi masukan tertulis untuk melaksanakan debat cawapres. ”Kami masih menunggu KPU untuk mengadakan rapat sebagaimana dijanjikan pada pertemuan 29 November,” terangnya.

Pengaruhnya Kecil
Debat capres dan cawapres yang meniadakan sesi debat khusus cawapres masih dipersoalkan. Namun begitu, bagaimana efektivitas debat capres dan cawapres dalam mendongkrak suara. Lembaga Survei Indonesia (LSI) memastikan debat capres dan cawapres pengaruhnya terhadap peningkatan elektabilitas terbilang kecil.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan menuturkan, memang pengaruh debat capres dan cawapres itu pengaruhnya terhadap elektabilitas antara 3 persen hingga 5 persen. Pengaruhnya memang tidak seberapa. ”Tak banyak berpengaruh ke elektabilitas,” jelasnya.

Namun, beda cerita bila kandidat melakukan kesalahan fatal dalam debat tersebut. Kesalahan itu akan berdampak serius terhadap elektabilitas pasangan calon. ”Entah salah menjawab atau dalam bersikap selama debat,” jelasnya.

Sebenarnya fungsi debat itu lebih banyak untuk memperkuat orang-orang yang sudah mendukung sedari awal. Jadi, semakin yakin dengan kandidat yang akan dipilih. ”Sebab yang menonton itu pendukung masing-masing kandidat,” urainya.

Namun, debat bisa berpengaruh terhadap pemilih yang masih ragu-ragu dan pemilih kritis. Namun, format debat harus memungkinkan untuk berdebat secara substantif, interaktif, dan saling adu gagasan. ”Yang paling penting tidak formalistik,” terangnya.

Debat capres dan cawapres selama empat kali pilpres sebelumnya cenderung monoton, formalistik dan terkesan bak lomba pidato. ”Karena moderator tidak berfungsi sebagai pembawa acara. Tidak dapat mengajukan pertanyaan lanjutan,” tuturnya.

Konsep debat semacam itu membuat penonton tidak bisa melihat kualitas sebenarnya para kandidat. Dalam debat pilpres 2024 ini sepertinya akan kembali seperti debat yang sudah-sudah. Cenderung kaku dan formalistik. ”Apalagi, lima kali debat semua pasangan calon hadir semua,” jelasnya.

Peniadaan debat khusus cawapres membuat debat sulit untuk substantif. Dari kemampuan debat, yang dinilai paling lemah adalah pasangan calon nomor 2 Prabowo-Gibran. Tentunya, tanpa debat khusus cawapres, pasangan tersebut lebih diuntungkan. ”Itu yang terjadi,” paparnya.

Dia menuturkan, debat capres dan cawapres yang ideal itu tiga kali debat khusus capres dan dua kali debat khusus. Lalu, moderator harus diberikan wewenang mengajukan pertanyaan pendalaman. Akan lebih baik lagi bila audiens diperbolehkan untuk mengajukan pertanyaan. ”Format tempat tidak hanya berdiri di mimbar, tapi juga duduk berhadapan,” terangnya.(far/tyo/idr/jpg)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook